Sejak eyang tinggal bersama kami, kami sering menyantap mentimun 'didampingi' sambal plecing. Rasanya memang mantap kolaborasi mentimun dan sambal plecing, terkadang kami sampai kepedasan karena terlalu banyak memakannya. Mentimun yang sering kami makan jenis mentimun yang kecil, bentuk dan warnanya sama dengan mentimun pada umumnya hanya ukurannya saja yang kecil. Karena sering memakannya, terfikir oleh kami untuk menanam sendiri dengan sistem akuaponik.
Kami mencoba mencari bibit timun mini/kecil di toko pertanian di daerah Wirobrajan, Yogyakarta dan ternyata ada. Setelah bibit didapat, biji kami semai di growbed secara langsung dengan media pasir malang, ada beberapa kami tanam di akuaponik kolam koi dan 1 lagi di akuaponik ibc dengan sistem aliran atas.
Melihat pertumbuhan mentimun di awal memang menyenangkan tapi sayang tanaman di akuaponik kolam koi pertumbuhannya terhambat seperti terserang penyakit. Sebaliknya tanaman mentimun di akuaponik ibc justru tumbuh subur.
Tanaman mentimun di akuaponik ibc.
Bunga mulai bermunculan, hampir di setiap ketiak daun, warnanya kuning seperti terompet mirip bunga pare dan gambas. Di setiap bunga ada bakal buah yang jika penyerbukan berhasil akan menjadi buah mentimun. Selama bunga bermunculan, lebah mulai berdatangan mendekati bunga mentimun.
Setiap hari selalu dipantau perkembangannya terutama setelah bermunculan bunga, tapi sayang bunga yang sudah mekar kemudian layu dan bakal buahnya pun mulai berubah warna menjadi kecoklatan dan akhirnya rontok. Dari sekian banyak bunga satu pun tidak ada yang berhasil.
Karena penasaran, saya mencoba membaca banyak artikel tentang mentimun di internet. Ternyata sama seperti pare, dalam satu tanaman ada bunga jantan dan bunga betina, bunga betina memiliki bakal buah sedangkan bunga jantan tidak.
Berbekal dari membaca, saya semakin penasaran mengapa tak ada satupun yang berhasil, satu persatu bunga saya 'pelototi'... Dan ternyata... setelah dihitung ada sekitar 60 bunga lebih, semua adalah bunga betina, kemana bunga jantan...???
Bunga betina
Rasa penasaran akhirnya terjawab, mengapa buah mentimun tidak muncul muncul juga, rupanya dari semua bunga yang ada adalah betina. Dimanakah bunga jantan, pertanyaan yang masih belum terjawab, padahal ada salah satu artikel yang menyebutkan bahwa bunga jantan lebih banyak dari bunga betina, tapi ini malah sebaliknya. Semoga ada pembaca yang bisa menjawabnya...
Pada tulisan sebelumnya Akuaponik Dusun Kasuran, telah dijabarkan bagaimana proses perencanaan, sampai pembuatan akuaponik percontohan di dusun Kasuran Sleman. Dan tepat tanggal 7 Oktober 2017, sistem sudah berjalan 20 hari terhitung sejak pemasangan dan penanaman pada tanggal 17 September 2017. Tanpa disengaja, hari Sabtu 7 Oktober 2017, bertepatan 20 hari sistem berjalan, beberapa teman dari Tanoto UGM melakukan peninjauan, untuk mengetahui bagaimana perkembangan akuaponik yang telah dibangunnya.
Karena sehari sebelumnya diberi kabar bahwa mereka akan ke sana, malam di hari kunjungan, saya menanyakan kabar perkembangan akuaponiknya, karena benar-benar ingin tahu. Setelah mendapat kiriman foto hasil peninjauan, ternyata diluar dugaan selama ini, tanaman bisa tumbuh dengan baik.... lega dan senang rasanya.
Jujur sempat pesimis juga, jika ternyata akuaponik yang sudah dibangun tidak dirawat. Belum lagi hujan lebat yang sudah datang 2 minggu ini. Kolam terbuka, demikian juga sayuran tidak diberi atap tentu bisa berdampak buruk pada akuaponik. Meski hanya membantu, tapi rasa tanggungjawab tetap melekat alam diri ini.
Selain beberapa foto, ada juga kabar yang lebih menggembirakan, yaitu bahwa ibu dukuh dan tetangga saling membantu dalam merawat tanaman. Jujur kabar ini begitu menggembirakan, karena mereka tidak menelantarkan begitu saja. Mungkin itulah mengapa tanaman bisa tumbuh baik, karena bagaimanapun sebuah hasil akan sebanding dengan usaha yang dilakukan.
Tetangga ibu dukuh ikut merawat.
Ada kabar baik, tapi ada juga kabar kurang baik he... Foto yang lain menunjukkan sebaliknya, jika tanaman terlihat baik atau subur, kondisi kolam sebaliknya. Kolam terlihat keruh, banyak potongan kulit semangka dan terlihat ikan nila megap-megap seperti kekurangan oksigen. Setelah didapatkan informasi, ternyata secara kebetulan ketika mereka datang berkunjung sekitar jam 10.00 pagi, listrik mati dari jam 5.00 pagi, jadi sudah 5 jam. Selain itu, ternayata ikan diberi makan bekatul, sehingga kolam terlihat keruh kecoklatan. Untuk masalah bekatul, kita sudah menyarankan ke ibu dukuh untuk dihentikan. Dan untuk kulit semangka yang terlihat seperti sampah di kolam, ternyata itu untuk makan ikan nila he... semoga nilanya mau.
Kolam keruh, karena diberi makan bekatul.. he...he...
Ada ikan yang mati, sayang...
SEcara keseluruhan, bagi saya pribadi ini sangat menyenangkan, karena akuaponik yang kita bangun untuk percontohan ternyata memberikan hasil yang lumayan. Semoga saja warga sekitar ada yang tertarik sehingga lahan yang tadinya tidak terpakai bisa dimanfaatkan.
Dulu sebelum ada akuaponik, depan rumah hanya lahan kosong tak terpakai, saat siang hari panas sekali, sampai kami saat melakukan proses pemasangan benar-benar tidak tahan. Kini kondisi itu berbeda, lahan yang tadinya panas kini terlihat hijau dipenuhi sayuran, pemandangan yang sungguh mengasyikkan he....
Depan rumah sekarang lebih segar.
Harapan saya dan teman-teman dari Tanoto dan KMHD UGM, semoga percontohan sederhana ini bisa menular ke warga yang lain. Amin.
Kasuran adalah sebuah dusun yang terletak di kabupaten sleman, konon dusun ini memiliki cerita misteri yang terkait dengan nama dusun tersebut. Kebetulan saya pun baru tahu cerita tersebut sehari setelah selesai pembuatan akuaponik di dusun tersebut, itupun karena ingin mengetahui rute perjalanan terdekat ke dusun tersebut melalui internet. Mungkin jika tahu sebelumnya, pasti akan saya tanyakan mengenai cerita tersebut ke salah satu warga.
Pembuatan akuaponik di dusun Kasuran merupakan program pengabdian masyarakat melalui Tanoto Scholars Association oleh mahasiswa/i UGM, khususnya penerima dana beasiswa dari Tanoto Foundation. Dan Wana Wana yang kebetulan berlokasi di Jogja dan dekat UGM pula, diajak oleh teman-teman untuk membantu. Karena bagaimanapun, akuaponik masih asing bagi sebagian besar masyarakat termasuk teman-teman mahasiswa/i.
Memang awalnya program akuaponik masih sebatas ide, setelah ada kabar bahwa program akuaponik disetujui, barulah kita mulai sering berkumpul. Kita membahas banyak hal mulai dari mencari dusun, bagaimana cara kita menyampaikan kepada masyarakat, sistem apa yang dipilih, termasuk teman-teman mahasiswa harus memahami apa itu akuaponik, dan masih banyak lagi.
Makan dulu sebelum diskusi dilanjutkan.
Setelah melalui proses, akhirnya dusun Kasuran yang menjadi pilihan. Kebetulan teman teman Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma juga melakukan kegiatan di dusun tersebut dalam jangka waktu yang lama sehingga, setelah pembuatan percontohan akuaponik selesai, bisa dilakukan pemantauan secara terus menerus.
Dusun telah ditentukan, proses berikutnya mencari lokasi percontohan di dusun tersebut. Lokasi yang dipilih tentu tidak asal. Pertama, kita ingin memilih rumah salahsatu warga yang memiliki kolam ikan. Kolam dan ikan adalah komponen utama, pemikiran kami, warga yang memiliki kolam dapat dipastikan suka dengan ikan jadi diharapkan mau untuk merawat. Berikutnya, lokasi tempat penanaman harus berada di tempat terbuka dan terkena sinar matahari, karena hal itu sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.
Setelah teman-teman mahasiswa melakukan survei lokasi, akhirnya ditentukan pembuatan akuaponik berada di salah satu rumah warga yang kebetulan baru saja membuat kolam di samping rumah. Secara kebetulan juga, halaman depan rumah cocok untuk dijadikan lokasi penanaman.
Pembuatan desain
Pembuatan desain akuaponik, proses yang sebenarnya sulit menurut saya, karena kita harus menumpahkan ide ide supaya akuaponik dapat berdiri dengan baik dan bermanfaat, bukan malah menimbulkan masalah.
Sebelum membuat desain, data dikumpulkan terlebih dahulu, mulai dari bentuk kolam, ukuran kolam, bangunan di kanan kiri kolam, aktivitas yang sering dilakukan di sekitar kolam, luas lokasi penanaman, jarak penanaman dari kolam dan masih banyak lagi, termasuk mengumpulkan beberapa foto lokasi.
Ada sebuah data yang agak sedikit mengagetkan dari yang diperoleh teman-teman, yaitu ketinggian kolam. Data yang didapat, ketinggian kolam 55 cm, tapi tinggi air di kolam mentok hanya bisa sampai 35 cm saja, karena salah satu dinding kolam ada lubang ventilasi, yang oleh pemiliknya sengaja tidak ditutup 😃. Dengan kondisi air yang cukup pendek, kami agak kesulitan bagaimana menentukan bahan terutama untuk filter, karena kolam tersebut rencana akan diisi ikan lele, dan lokasi sekitar kolam dicor.
Data lain yang membuat kami harus berfikir lebih adalah, jarak kolam ke lokasi tanam agak jauh sekitar 3 meter. Area di sekitar kolam dan lokasi tanam dicor dan dimanfaatkan untuk aktivitas sehari-hari. Kami harus membuat jalur pipa yang sedikit rumit supaya tidak mengganggu aktivitas di sekitar lokasi tersebut.
Gambar desain
Di atas ada gambar desain yang coba kita buat, mengapa kita membuat seperti itu ?. Saya coba jelaskan mengapa seperti itu, tentu dari kacamata kami.
Luas kolam sekitar 2 m x 1,5 m dan tinggi 55 cm, tapi air hanya sampai 35 cm. Karena kolam akan diisi lele yang kotoran cenderung banyak, maka disediakan 2 buang tong filter yang ditidurkan, kami tidak menggunakan ember cat 25 kg karena menurut kami kurang maksimal mengingat ketinggiannya, jadi kami lebih memilih jalur panjang untuk pengendapan. Jadi selama air melewati tong pengendapan yang agak panjang diharapkan kotoran ikan akan mengendap.
Jalur pipa jika dilihat dari gambar harusnya bisa dibuat lurus, kenapa berbelok-belok?. Lokasi di depan kolam semuanya dicor, dan digunakan untuk aktivitas, kami tidak mungkin memboboknya. Kami menggunakan pipa ukuran 2", ukuran yang tidak kecil, hal ini tentu akan mengganggu jika dipasang secara sembarangan.
2 tong berwarna biru kami gunakan untuk biofilter. Ada dua kemungkinan atau pilihan. Kemungkinan pertama, Biofilter1 dan 2 diletakkan di bawah (sejajar) dan untuk mengalirkan air ke tanaman langsung dari pompa. Kemungkinan ke-2, biofilter1 di bawah dan biofilter2 diletakkan di atas, karena kebetulan ada tembok yang bisa dimanfaatkan. Air dari biofilter1 dialirkan ke biofilter2 menggunakan pompa dan untuk mengalirkan air dari biofilter2 ke tanaman dengan menggunakan salah satu sifat air. Kemungkinan pertama dipilih jika pompa ternyata tidak mampu menaikkan air dari biofilter1 ke biofilter2, karena tembok agak tinggi.
Kami sengaja menambah lagi tong ke-3 untuk menampung aliran air dari tanaman. Hal itu karena jarak yang agak jauh dari kolam, sehingga dapat memperkecil kemungkinan adanya masalah penyumbatan.
Air yang masuk ke kolam (IN) atau dari tanaman dan air dari kolam yang masuk ke pengendapan (OUT) dibuat bersebrangan. Tujuan kita supaya kotoran yang ada di kolam sebanyak mungkin bisa terdorong menuju pipa yang menuju ke bak pengendapan (OUT).
Kami memilih menanam dengan sistem aliran atas, karena cara ini lebih sederhana dan mudah dipahami, selain itu banyak tanaman bisa ditanam dengan teknik ini. Tujuan awal adalah mengenalkan sistem akuaponik dan manfaatnya, jika kami membuat terlalu rumit tentu kurang diminati, jika nanti berhasil dan ingin lebih tentu bisa mengembangkan sendiri.
Praktek
Proses pembuatan tidak mungkin dilakukan dalam waktu 1 hari, karena yang kita buat bisa dibilang sistem yang lengkap, selain itu, teman-teman tidak semua terbiasa mengerjakan hal ini.
Setelah semua bahan terkumpul, pada hari Kamis, 7 September 2017, kita berkumpul di rumah wana wana untuk mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, sehingga nanti di lokasi kita tinggal merangkainya. Proses pengerjaan membutuhkan waktu lumayan lama, sekitar pukul 9.00 pagi dimulai dan berakhir sekitar jam 18.00 sore. Proses yang menguras banyak tenaga tapi menyenangkan karena dilakukan bersama-sama.
Membersihkan drum sambil ngobrol.
Mas Rio Palembang menyiapkan tong pengendapan
Mas Surya & Sapto menyiapkan growbed.
Mbok Tika Bali memperhalus lubang.
Mbak Woro Jambi mengukur pipa.
Pemasangan di tempat lokasi.
Pada tanggal 17 September 2017, kita melakukan proses pemasangan. Proses ini yang membuat jantung selalu dag dig dug, khawatir apa yang telah direncanakan dan dibuat ternyata tidak bisa berjalan sesuai fungsinya alias gagal. Jujur saya pribadi sendiri merasakan hal itu, entah teman-teman yang lain he....
Dari keseluruhan sistem, ada satu 'titik' yang paling membuat kawatir yaitu pipa U yang menghubungkan kolam dan bak pengendapan, apakah berhasil mengalirkan air dari kolam ke bak pengendapan. Selama berakuaponik memang sering menghadapi masalah pengairan, tapi dari situlah saya bisa mendapatkan banyak pengalaman. Tapi khusus yang satu ini, saya belum pernah mencoba, mengalirkan air dari kolam ke bak pengendapan dengan sistem bejana berhubungan. Untuk mengantisipasi kegagalan, sebelumnya di rumah wana wana, kami bersama sama melakukan percobaan dan berhasil.
Ibu ibu ikut membantu
mengisi air manual
Bu dukuh ikut nimbrung
Pemipaan
Merapikan growbed
Selama proses pemasangan, kita dihadapkan pada situasi yang kurang menguntungkan. Waktu itu, di lokasi sangat panas, tuan rumah sedang keluar sampai sore hari sehingga tidak ada listrik dan air, selain itu ternyata, permukaan tempat pemasangan bak pengendapan tidak rata sama sekali padahal dicor he....
Dalam proses pemasangan, tidak semua berjalan mulus, seperti beberapa kejadian dimana ada beberapa lubang yang salah posisi sehingga harus di bor lagi, ada pipa yang sudah terlanjur dipotong ternyata kurang panjang, bagian pengendapan masih bocor dan masih banyak lagi. Tapi, berkat teman-teman yang mau terlibat dan saling membantu, bahkan ibu-ibu rt setempat, akhirnya masalah-masalah tersebut bisa diatasi.
Selesai pemasangan, kami tidak bisa melakukan ujicoba karena tidak ada aliran listrik. Tidak hanya listrik, aliran air juga tidak ada, padahal ketinggian air kolam harus ditambah sampai maksimal. Untuk masalah air diatasi dengan mengambil di tempat ibu dukuh yang jaraknya lumayan jauh dengan menggunakan tong biru besar dan dibawa dengan sepeda motor. Memang agak rumit tapi harus dihadapi he....
Meski tidak bisa melakukan ujicoba, karena tidak ada aliran listrik, paling tidak kami harus mencoba mengalirkan air dari kolam ke bak pengendapan, dan ini adalah proses yang ditunggu-tunggu, karena harus dipastikan bagian ini berhasil. Pipa U sebagai penghubung kolam dan pengendapan diambil dan diisi air sampai penuh, lalu ditutup dengan plastik dan diikat. Pipa U lalu dipasang dengan posisi U terbalik, satu ujung di kolam dan ujung lain di bak pengendapan, plastik penutup dibuka secara bersamaan dan wusssss......... Akhirnya air dari kolam berhasil mengalir deras ke bak pengendapan. Bak pengendapan pertama mulai terisi, kemudian mengalir ke bak 2 dan begitu sampai di biofilter terdengar krucuk-krucuk....ah... lega rasanya. Saat itulah terasa seperti meneguk air disaat dahaga he....
Kita kembali bersemangat meski sempat mengendur dan menyelesaikan apa yang bisa didelesaikan saat itu juga, termasuk menanam benih sayuran yang sudah terlanjur dibawa, meski sistem belum berjalan he...
Tampak dari samping
Penanaman, demi menyelamatkan benih.
Tampak depan
Untuk kenangan
Banyak teman, banyak saudara, banyak ilmu dan pengalaman berharga itulah yang kami dapat dan rasakan.
****
Untuk tambahan, berikut kami tambahkan rincian total biaya yang khusus untuk akuaponik, tentu masih bisa diperkecil, seperti jumlah tong untuk filter, dll. Tentu biaya tersebut tidak mutlak karena ada banyak hal yang mempengaruhi besar kecilnya biaya, seperti misalnya lokasi penanaman yang jauh dari kolam sehingga membutuhkan pipa yang lebih banyak. Semoga rincian biaya ini bisa bermanfaat.
Sejak eyang buyut tinggal bersama kami, kami sering ngobrol tentang masa lalu terutama disaat liburan panjang sekolah, dimana saya sering ikut eyang buyut (simbok) ke ladang. Saat ikut 'simbok', saya lebih banyak bermain seperti mencari ikan atau jangkrik he... Masa kecil di desa sungguh sangat menyenangkan.
Pada suatu hari, kami ngobrol tentang tanaman bawang, tepatnya bawang putih. Simbok bercerita, dulu beliau sering menanam bawang putih dan hasilnya bagus-bagus. Cerita itu mengusik pikiran saya, karena yang saya tahu, daerah simbok adalah daerah pegunungan kapur yang terkenal dengan daerah yang sulit air, tanahnya merah, banyak batu kapur dan panas. Memang sempat terlintas dalam ingatan saya di masa lalu waktu ikut menyiram sayuran di ladang, ada banyak tanaman bawang yang dipagari bambu kecil yang dibelah. Simbok menyarankan agar saya menanam bawang merah dan putih, katanya biar lengkap, tapi benar juga apa kata simbok he...
Tanpa basa basi, mumpung simbok lagi semangat berbagi pengalamannya, akhirnya saya meminta beliau mengajarkan cara menanam bawang putih. Saya langsung mengambil bawang putih di dapur dan meminta simbok memberikan arahan.
Memilih dan memilah bawang putih.
Sesuai arahan simbok,
1. Pilih bawang putih yang bagus, mulus dan besar.
2. Bawang yang terpilih dipotong sekitar 1/4 bagian atas (dibuang/buat masak), bagian bawah yang ada bagian keras-kerasnya tempat tumbuh akar yang ditanam.
3. Bagian bawah yang akan ditanam, jangan sampai bagian kerasnya sebagai calon tumbuh akar hilang.
4. Tancapkan bawang putih ke media tanam jangan sampai tenggelam dan jangan ditutup media.
5. Biarkan dan tunggu sampai tunas bermunculan he...
Menancapkan bawang putih ke media tanam.
Karena simbok tidak begitu paham tentang akuaponik jadi langkah berikutnya saya ambil alih he... Penanaman bawang putih ini saya lakukan di akuaponik kolam koi, dengan media tanam pasir malang dan sistem pengairan dengan pasang surut dibantu siphon apung. Selesai menanam, tentu berharap tunas-tunas muda akan segera bermunculan.
Seperti biasa, pagi hari sepulang olahraga pagi, saya selalu ke kebun untuk melihat tanaman dan hewan peliharaan sekaligus memberi mereka makan. Entah berapa hari setelah tanam, ada tunas yang mulai muncul dan itu membuat hati ini senang. Hari-hari berikutnya selalu saya lihat, tunas yang muncul ternyata tidak bersamaan, yang membuat saya galau, beberapa bawang putih sudah terlihat mulai membusuk, tapi tetap saya biarkan saja tidak dicabut. Dan ternyata, meski bagian atas mulai seperti membusuk, tapi tetap ada yang tumbuh. Sampai hari ke-10 setelah penancapan/penanaman, ada 5 bawang putih yang tumbuh dengan ukuran berbeda-beda. Meski tidak banyak, tapi ada yang tumbuh itu sebuah pengalaman yang berguna.
Mulai tumbuh.
Ada 5 yang sudah tumbuh.
Meski belum tahu apakah nanti bisa berhasil, yang penting untuk saat ini bisa tumbuh itu sudah menyenangkan he...
Sekian dulu ya... nanti saya bagikan lagi perkembangannya...
Setelah melihat hasil dari ujicoba sistem aliran atas kolam ibc, akhirnya kami mencoba untuk mengembangkan lagi di kolam koi. Dari akuaponik yang sudah ada kami tambah growbed lagi khusus untuk menanam dengan sistem aliran atas.
Dalam membangun sistem aliran atas kali ini, bahan yang kami gunakan antara lain
1. Ember hitam yang dibeli di toko bangunan dengan ukuran diameter 30 cm seharga Rp11.000,- untuk masing masing ember.
2. Pipa 3/4" untuk jalur pengairan atas dari filter ke growbed.
3. Pipa 2" untuk jalur pengairan dari growbed ke kolam.
4. Siku 3/4" untuk jalur pengairan dari growbed ke pipa 2".
5. penyangga growbed dari kayu bekas atap jemuran.
6. Arang kayu & pasir malang sebagai media tanam.
7. Dop 2" untuk menutup salah satu ujung pipa 2".
Proses pengerjaan agak lama, karena dikerjakan hanya diwaktu luang sore hari sepulang kerja.
Kendala yang kami hadapi waktu itu adalah memasang bagian aliran dari growbed, karena kebetulan ada pohon kelor yang menghalangi jalur pipa. Kami memilih untuk mempertahankan pohon kelor karena manfaatnya, dan mencari alternatif lain.
Skema persis sama dengan sistem aliran atas kolam ibc, yang membedakan kali ini adalah media tanamnya. Kami memasang 10 growbed sekaligus, 5 growbed kami isi 100% arang kayu dan 5 growbed kami modifikasi yaitu bagian bawah berupa arang kayu dan bagian atas sekitar 50% kami isi pasir malang.
Memang sengaja kami membedakan media tanamnya karena sekalian kami ingin melihat apakah ada perbedaan pertumbuhan pada tanaman nantinya.
Setelah semua selesai, segera kami menanam disetiap growbed, ada buncis, kacang kapri, cabe, tomat dan masing masing kami tanam dari biji kecuali tomat.
Dari hari ke hari kami selalu memperhatikan perkembangan tanaman dan itu rasanya menyenangkan sekali, karena ada sebuah harapan dari tanaman yang kami tanam.
Secara kebetulan, kami memiliki bibit sawi yang sudah siap untuk dipindah dan karena growbed bagian pinggir masih terlihat longgar, kami pun menanaminya walau sebenarnya hanya iseng he... Tapi kami hanya tanam di growbed yang media bagian atasnya berupa pasir malang karena, meski aliran air hanya terfokus di bagian tengah, tapi ternyata seluruh permukaan terlihat basah. Berbeda dengan media arang, bagian permukaan hanya terlihat basah dibagian yang terkena aliran air.
Saat masih muda
Seiring waktu tanaman tumbuh dan berkembang ada yang baik dan ada yang kurang baik. Untuk tanaman kapri yang ditanam dengan media arang ternyata pertumbuhannya kurang bagus, tanaman cenderung berwarna kuning, berbeda dengan yang berada di media pasir malang, kapri tumbuh lebih baik daun berwarna hijau normal. Kami belum tahu mengapa, tapi kemungkinan karena aliran air jatuh persis mengenai tanaman, berbeda dengan yang kami tanama di media pasir malang, tanaman masih berjarak beberapa cm dari aliran air.
Untuk buncis dari 3 tanaman yang kami tanam semua tumbuh dengan baik, baik yang di media arang maupun yang di pasir malang.
Kapri dan buncis tumbuh baik.
Ada sesuatu yang sederhana tapi menurut kami menarik. Sawi yang kami tanam di pinggir ember dengan media pasir malang, ternyata tumbuh sangat subur, tapi sayang tanaman utama seperti cabe dan tomat yang pertumbuhannya lebih lambat karena umur lebih panjang justru tertutup sehingga pertumbuhannya terganggu, karena sinar terhalang.
Cabe yang mulai tertutup sawi
Tapi bagi kami ini pangalaman menarik, jika nanti menanam lagi dalam satu
growbed kecil ada beberapa jenis tanaman, perlu dipertimbangkan jenis tanamannya. Kapri dan buncis juga
kami tanam bersamaan dengan sawi pada satu growbed, tapi karena tanaman
kapri dan buncis berumur pendek dan menjalar maka pertumbuhannya tidak
tertutup oleh sawi.
Sawi mulai membesar.
Sawi yang mulai dipanen.
O iya ada satu lagi pengalaman menarik. Ember yang kami gunakan berdiameter 30 cm, dan air dari filter kami alirkan terfokus di tengah-tengah. Jadi jarak antara titik air dan tepian ember sekitar 15 cm, sawi ditanam berjarak sekitar 10-15 cm dari titik air dan ternyata pertumbuhannya sangat bagus. Hal ini sangat menarik dan berguna bagi kami.
Sejak awal berakuaponik, kami mengandalkan pengamatan terutama lewat indra penglihatan, hal ini tentu ada kelebihan dan kekurangan. Tapi kami tetap mempertahankan cara ini, supaya kami terbiasa dengan indra kami.
Sebelumnya di sini, kami mencoba mengamati pertumbuhan tanaman mulai dari yang tumbuh di dekat sumber air, tanaman yang sering tergenang, tanaman yang ditanam terlalu dalam, tapi kami tak menyimpulkan apa-apa, karena memang belum yakin he...
Ada pertanyaan yang terlintas, ketika kami menanam kangkung di akuaponik kolam fiber, hasilnya lumayan bagus dengan daun berwarna hijau tua sebagai tanda tidak kekurangan nutrisi, tapi sebelumnya, dengan sistem yang sama, kami menanam sawi hasilnya
sangat mengecewakan, tanaman seperti jalan ditempat.
Kangkung bisa subur.
Sawi yang 'jalan ditempat'
Dua perbedaan ini menunjukkan kepada kami bahwa, sebenarnya nutrisi tersedia melimpah, hal itu dibuktikan dari tanaman kangkung yang bisa tumbuh baik. Pertanyaannya... apa penyebab perbedaan ini..?
Kami mengingat kembali pengamatan dan pengalaman kami. Tanaman bayam yang terlalu dekat sumber air dengan sistem pasang surut pertumbuhannya tidak bagus dibandingkan dengan yang jauh sumber air pada growbed yang sama. Tanaman bayam yang ditanam terlalu dalam, dengan sistem pasang surut pertumbuhannya juga kurang begitu bagus dibandingkan yang ditanam lebih dangkal. Pengalaman-pengalaman ini, jika dihubungkan dengan tanaman kangkung dan sawi tadi, sepertinya ada kemiripan meski dengan sistem yang berbeda.
Dari pengamatan dan pengalaman, akhirnya kami mencoba sesuatu yang lain lagi di akuaponik kolam fiber, untuk mencari titik terang he.... Kami menanam sawi lagi dan seluruh bagian akar terendam air. Kali ini, kami menyuplai oksigen dengan bantuan aerator ke growbed.
Mencoba lagi.
Seiring waktu, ada perbedaan pertumbuhan sawi dari yang kami coba sebelumnya dengan yang sekarang. Jika sebelumnya tanaman sawi tidak berkembang sama sekali sampai usia panen, dengan kata lain jalan ditempat, sekarang berbeda. Meski terlihat daun sedikit menguning, tapi tanaman sawi bisa tumbuh besar, bahkan hampir sama dengan tanaman sawi yang ditanam di tanah dari semaian yang sama.
Di lain sisi, ada sesuatu yang juga kami dapatkan yaitu bahwa, pertumbuhan tanaman sawi ternyata tidak merata. Tanaman yang ditanam terdiri dari 4 baris, baris paling kanan, tanaman tumbuh paling besar dan semakin ke kiri semakin mengecil. Pemandangan ini tentu unik, tapi memberikan kami informasi penting. Jika kita gambarkan seperti di bawah ini, paling kanan baris 1, tumbuh paling besar, baris 2 lebih kecil dari baris 1, baris 3 lebih kecil dari baris 2 dan baris 4 tumbuh paling kecil.
Nah sekarang bisa kita lihat pertumbuhan tanam sawi di bawah ini, tentu menarik bukan he...
Sebenarnya perbedaan itu secara tidak sengaja terjadi. Kami sengaja meletakkan penyuplai oksigen di bawah baris 1, berharap aliran air yang menuju ke kiri akan serta membawa oksigen. Meskipun terjadi, tapi ternyata oksigen yang terbawa mungkin tidak begitu banyak hal ini dilihat dari pertumbuhan tanaman. Dan baris 1 yang di bawahnya langsung disuplai oksigen, pertumbuhannya paling bagus sedangkan baris 4 yang paling jauh dari sumber oksigen, pertumbuhannya paling lambat.
Bagi kami, pengalaman ini semakin memperjelas bahwa, oksigen memegang peranan sangat penting dalam pertumbuhan tanaman, khususnya dalam akuaponik, terlepas dari nutrisi yang melimpah.
Semoga pengalaman selanjutnya akan semakin memperkaya pengalaman kami. Memang secara teori sudah banyak dipaparkan, tapi tidak ada salahnya kami mencoba dan mencoba, belajar dan belajar.
Mohon maaf bila banyak kekurangan, niat kami ingin berbagi pengalaman...
Menanam kacang merah kali ini sebenarnya hanya iseng saja. Kebetulan saat di warung membeli bumbu dapur untuk keperluan memasak, melihat biji kacang merah yang sudah berkecambah. Bagi kami yang biasa menanam, langsung tertarik untuk menanamnya, apalagi beli bibit kacang merah susah dan harus banyak he... Begitu sampai rumah, biar tidak lupa, biji langsung kami tanam ke akuaponik, kebetulan ada 2 growbed yang masih agak longgar dengan sistem yang berbeda.
Growbed pertama berupa ember diameter 30 cm dengan sistem aliran atas dan growbed ke-2 berupa box ibc dengan sistem pasang surut. Kedua growbed berasal dari sumber yang sama yaitu kolam ibc yang sebagian besar dihuni ikan lele dan gurame.
Meski hanya iseng, ternyata pertumbuhan dari kedua tanaman cukup bagus, hanya memang warna daun tidak terlalu hijau tua. Meski pernah menanam sekali dan sempat berbuah, tapi kami kurang begitu tahu umur dari kacang merah. Yang membuat kami terkejut, pertumbuhan terasa belum begitu lama, tapi sudah bermunculan bunga dan berbuah mungil mungil.
Bunga kacang merah.
Seiring waktu, meski tanpa perawatan (jangan ditiru he..), buah semakin banyak, tapi memang ada sedikit perbedaan diantara kedua tanaman. Kacang merah yang kami tanam di sistem aliran atas, ternyata memiliki buah yang lebih banyak. Kacang merah yang kami tanam dengan sistem pasang surut, meski bunga banyak namun sebagian rontok sehingga buah tidak begitu banyak.
Dengan sistem aliran atas.
Dengan sistem pasang surut.
Pendapat kami, perbedaan tersebut terletak pada sistem yang diterapkan, meski begitu kami tak akan mengambil kesimpulan, kami hanya akan terus menanam dan mengamati sehingga nanti kami akan dapat membedakan sistem apa yang lebih baik. Meski berbeda sistem, namun ukuran buah dari kacang merah rata-rata sama saja, seukuran jari telunjuk orang dewasa.
Sampai sekarang umur kacang merah yang kami tanam belum genap 1,5 bulan, tapi buah terus bermunculan dan semakin besar seiring waktu.
11 Agustus 2017
Sebenarnya dulu kami juga pernah menanam kacang merah di akuaponik, tapi apa yang kami lihat sepertinya berbeda. Beberapa hari sebelumnya, buah kacang merah yang mulai menua, pada kulitnya muncul semburat berwarna keabu-abuan. Awalnya kami kira terserang hama/penyakit, ternyata beberepa hari kemudian warna itu berubah menjadi pink kemerah-merahan. Warna dari buah buah dari kacang merah benar-benar terlihat cantik, coraknya seperti kain batik, baru pertama kali ini kami melihat keindahan ini he...
Kacang yang cantik.
Mungkin inilah penyebab mengapa diberi nama kacang merah he....